Detail Cantuman

No image available for this title

Text  

Penyususnan Program Pengentasan Kemiskinan Yang Responsif Gender Di Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan


ABSTRAK
Banyak kebijakan pemerintah pusat dalam rangka pengarusutamaan gender dalam pembangunan hingga Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2008 ...

  • CodeCallNoLokasiKetersediaan
    D4361D4361Perpustakaan Sekolah PascasarjanaTersedia
  • Perpustakaan
    Sekolah Pascasarjana
    Judul Seri
    -
    No. Panggil
    D4361
    Penerbit : Bandung.,
    Deskripsi Fisik
    -
    Bahasa
    Indonesia
    ISBN/ISSN
    -
    Klasifikasi
    NONE
    Tipe Isi
    -
    Tipe Media
    -
    Tipe Pembawa
    -
    Edisi
    -
    Subyek
    -
    Info Detil Spesifik
    -
    Pernyataan Tanggungjawab
  • ABSTRAK
    Banyak kebijakan pemerintah pusat dalam rangka pengarusutamaan gender dalam pembangunan hingga Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, tatacara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah. Bahkan, untuk mengejawantahkannya, dikeluarkan SK Bupati Ogan Ilir No. 260/KEP/BKBPP/2011 tentang Pokja Pengarusutamaan Gender Kabupaten Ogan Ilir. Meskipun kebijakan pusat sudah mengamatkan kebijakan responsif gender, ternyata belum dikuti di level kabupaten. Permasalahan penelitian, “Mengapa penyusunan program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Ogan Ilir belum responsif gender?”
    Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berparadigma feminis dengan perspektif kritis. Metode pengumpulan data dengan dokumentasi, observasi, focus group discussion dan wawancara mendalam. Keabsahan data dilakukan dengan trianggulasi metoda dan sumber data.
    Hasil penelitian menunjukkan bahwa issue gender yang dirasakan sebagai masalah karena kentalnya nilai patriarkhi tidak mampu mencuat ke puncak pengambilan kebijakan untuk ditetapkan sebagai putusan program/kegiatan dan target program pengentasan kemiskinan. Arus politik menunjukkan bahwa politik yang dijalankan kepala daerah dan anggota dewan sebagai politik lokal telah menghambat terlaksanannya proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah yang responsif gender. Arus masalah menunjukkan bahwa kesetaraan gender yang didasari nilai patriakhi dalam masyarakat belum dianalisis dengan menggunakan analisis gender dalam menyusun perencanaan kegiatan dan target program kemiskinan. Arus masalah juga menunjukkan bahwa adanya bias pengertian gender. Dalam arus kebijakan adanya bias gender, budaya kerja tokenism serta imperative kekuasaan akibat perombakan pejabat yang semata-mata untuk kepentingan politis, dan bekerja hanya inkremental saja tidak mengupdate diri mengikuti kebijakan baru. Proses musrenbang pun belum mengakomodir analisis gender. Arus politik yang merombak personel SKPD, adanya “mimpi” kepala daerah serta upaya mempertahankan konstituen baik kepala daerah maupun anggota dewan, membuat ketiga arus tidak dalam satu pandangan. Hal ini, membuat kebijakan responsif gender dalam program pengentasan kemiskinan tersingkirkan oleh usulan pembangunan fisik infrastruktur. Konsep baru adalah bias gender politik lokal yang dominan membuat penyusunan program yang responsif gender menjadi formulasi kebijakan yang tidak diputuskan (non decision formulation). Perlu Model yang direkomendasikan adalah dengan mengutamakan arus politik yang responsif gender melalui penguatan kesadaran gender dan kemampuan analisis gender terhadap baik laki-laki maupun perempuan aktor kebijakan daerah di eksekutif dan legislative. Dengan kekuasaan pemerintah daerah dapat mengupayakan definisi masalah kebijakan dalam arus masalah dan pola serta budaya kerja birokrat menjadi responsif gender dan mereka mau bekerja kolaboratif serta adaptif terhadap perubahan dalam penyusunan perumusan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program pembangunan daerah sehingga membuat penyusunan program pengentasan kemiskinan menjadi responsif gender. Secara teoretis, penting untuk mengintegrasikan konsep kesetaraan dan keadilan gender dalam disiplin ilmu kebijakan publik dan administrasi negara.

    Kata kunci: Bias gender politik lokal, Gender, Pembangunan, Formulasi, Issue, Kemiskinan

    ABSTRACT
    Many central government policy in the context of gender mainstreaming in development to Government Regulation No. 8 of 2008 concerning Stages, protocols for formulation of, control and evaluate the implementation of the Regional Development Plan and the Minister of Home Affairs Number 15 Year 2008 regarding General Guidelines for the Implementation of Gender Mainstreaming in the Region. Even, to embody, issued Decree No. Regent of Ogan Ilir 260 / KEP / BKBPP / 2011 on Gender Mainstreaming Working Group Ogan Ilir. Despite the central policy has been mandated the gender responsive policy, have not been followed at the district level. Research problems, "Why the formulation of poverty alleviation programs in Ogan Ilir does not gender responsive?"
    This study used qualitative paradigm of critical feminist perspective. Data were collected by documentation, observation, focus group discussions and in-depth interviews. Data validation was done by triangulation of methods and data sources. The results showed that the gender issue is perceived as a problem due to the thick patriarchal values are not capable of sticking to the summit to set as a policy-making decision of programs/activities and targets of poverty alleviation programs. The political stream that run political head of the region and parliament as local politics has hindered the implementation of gender responsive of formulation local development process. Problem stream shows that gender equality is based on patriarchal values in society have not been analyzed using gender analysis in formulation activities and targeted poverty programs. In addition, problem stream also shows that their understanding of gender bias. In policy stream of gender bias, workplace culture tokenism and the imperative of power due to reshuffle officials solely for political purposes, and it works just incremental that do not update themselves to follow the new policy. Musrenbang as bottom up development planning stages does not accommodate gender analysis yet. The new concept is a gender bias dominant local political make gender responsive programming into policy formulation undecided (non decision formulation). The model necessary recommended is to prioritizing political mainstream gender responsive through the strengthening of gender awareness and gender analytical to both male and female actors local policy in the executive and the legislative. By the power of the local government can work to definition of the policy problem in a problem stream and the patterns and also work culture bureaucrats into gender responsive and they are willing to work collaboratively and adaptively to change in the preparation of the formulation of the planning, implementation and evaluation of local development programs making the formulation of the poverty alleviation program into gender responsive , Theoretically, critical to integrating the concept of gender equality and equity within the discipline of public policy and public administration.

    Keywords : Gender Bias Local Political ,Gender , Development , Formulation , Issue , Poverty
  • Tidak tersedia versi lain

  • Silakan login dahulu untuk melihat atau memberi komentar.


Informasi