Detail Cantuman

No image available for this title

Text  

Kekerasan dalam Komunikasi Politik


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa, mengapa dan bagaimana kekerasan terjadi dalam penyampaian pesan-pesan politik dan bagaimana para ...

  • CodeCallNoLokasiKetersediaan
    D1043D1043Perpustakaan Sekolah PascasarjanaTersedia
  • Perpustakaan
    Sekolah Pascasarjana
    Judul Seri
    -
    No. Panggil
    D1043
    Penerbit : Bandung.,
    Deskripsi Fisik
    -
    Bahasa
    Indonesia
    ISBN/ISSN
    -
    Klasifikasi
    NONE
    Tipe Isi
    -
    Tipe Media
    -
    Tipe Pembawa
    -
    Edisi
    -
    Subyek
    Info Detil Spesifik
    -
    Pernyataan Tanggungjawab
  • Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa, mengapa dan bagaimana kekerasan terjadi dalam penyampaian pesan-pesan politik dan bagaimana para komunikator politik memahami hal itu sebagai pesan politik yang mengandung muatan kekerasan. Pendekatan penelitian dilakukan melalui studi induktif kualitatif. Informan dipilih berdasarkan snowball, data dikumpulkan melalui observasi partisipasi, wawancara dan penelusuran dokumen kegiatan politisi di DPR. Analisis data dilakukan sepanjang penelitian berlangsung dengan kesepakatan intersubjektif terhadap semua objek penelitian, juga dilakukan entri (penempatan peneliti sebagai instrumen penelitian) yang di dalamnya terdapat metode "mencuri dengar" serta "pelacak." Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang individual politisi dan proses rekruitmen turut menentukan show dan impression management politisi, cara mereka memberikan kesan terhadap suatu pesan politik, cara menampilkan peran politik serta bagaimana mereka mengkomunikasikan pesan-pesan politik. Busana menjadi atribut penting bagi politisi terutama di panggung depan sehingga menjadi obsesi bagi politisi untuk megemasnya secara optimal.Tidak ada satu model komunikasi politik teoritis apapun yang berlaku di DPR, namun pelaku komunikasi politik cenderung menampilkan model komunikasi politik yang "acak", bahkan komunikasi politik itu tidak lagi dapat dikonsepsi sebagai komunikasi yang bersifat linier meskipun komunikasi linier itu sangat populer. Komunikasi politik di DPR lebih bersifat interaksional dan transaksional. Tidak ada dikotomi antara politisi partai politik A ataukah B yang melakukan kekerasan dalam komunikasi politik. Satu orang atau satu tim dari fraksi yang sama bisa berbeda pendapat, sedangkan beda tim atau fraksi justru bisa satu pendapat. Sehubungan perspektif Dramaturgis Goffman yang menyatakan bahwa back stage harus merupakan sesuatu yang berbeda dibandingkan front stage, dimana peristiwa sosial ditampilkan secara formal dan sosok diri ditampilkan seideal mungkin di front stage dan perilaku yang bukan umum harus berada di back stage, namun dikarenakan kacaunya istilah panggung di panggung politik,maka penelitian ini telah dapat memodifikasi dan mengembangkan perspektif Goffman, bahwa: Back stage satu politisi atau tim ternyata bisa menjadi front stage bagi tim atau politisi lainnya sehingga kekerasan itu bisa terjadi baik di panggung depan, panggung belakang bahkan di panggung tengah, terjadi dalam bentuk kekerasann fisik maupun kekerasan psikologis. Penelitian ini juga berhasil menemukan terminologi kekerasan yang terkait dengan penyampaian pesan politik sebagai "premanisme politik."

    This research aims to find out what, why and how violence takes place in the delivery of political messages, and how political communicators perceive it as political messages that contain violence. The approach of the research uses qualitative inductive study while the informant selection uses the snowball method. The data are collected through participant observation, interview and search of documents of politicians activities at DPR. Data analyses are carried out during the research based on inter-subjective agreement with all research subjects. Being the research instrument, the researcher also uses the method of "overhearing" and "tracing." The result shows that individual backgrounds of politicians and their recruitment processes affect the show and the impression management of the politicians, such as the ways they perform political roles and they communicate their political messages. Clothing becomes an important attribute especially at the front stage, so they are obsessed to manage it at their best. There are not any models of theoretical political communication at DPR, yet the politicians tend to perform a random model of political communication, even the model could not be conceptualized any longer as linier though the linier (one-way) communication is very popular. The characteristic of political communication at DPR tends to be more interactive and transactional. There is no dichotomy about who does the violence in political communication; it can be anybody from any parties. Persons or teams of the same fraction may have different opinions while those of different teams or fractions may have the same opinion. According to Goffman is dramaturgical, the back stage must be different from the front stage where social events emerge formally, and personal image must ideally appear at the front stage while unordinary behavior must be kept at the back stage. Since the stage terms are mixed up in the political field, this research has modified or developed the Goffman perspective: The back stage for a politician or a team can be the front stage for others, implying that the violence may occur at the front and the back stages, even at the middle stage in any forms, physically or psychologically. This research finds out that there is some violence terminology relating to delivering of political messages, namely "premanisme politik" .
  • Tidak tersedia versi lain

  • Silakan login dahulu untuk melihat atau memberi komentar.


Informasi