Detail Rekod

No image available for this title

Text  

TANGGUNG JAWAB NEGARA DAN MANUFAKTUR PESAWAT TERBANG DALAM KECELAKAAN PESAWAT TERBANGLION AIR JT610 DAN ETHIOPIAN AIRLINES ET302BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL


Kecelakaan pesawat terbang Lion Air JT610 danEthiopian Airlines ET302 terjadi pada bulan Oktober 2018 dan Maret 2019 secara berturut-turut. ...

  • CodeCallNoLokasiKetersediaan
    113/2020113/2020Perpustakaan Prodi S1 FH Unpad JatinangorTersedia
  • Library
    Fakultas Hukum
    Judul Siri
    -
    No. Panggilan
    113/2020
    Penerbit Fakultas Hukum UNPAD : Jatinangor Sumedang.,
    Penerangan Fizikal
    xiv/117hal/30cm
    Bahasa
    Indonesia
    ISBN/ISSN
    -
    Klasifikasi
    NONE
    Content Type
    -
    Media Type
    -
    Carrier Type
    -
    Edisi
    -
    Subjek
    Maklumat khusus
    -
    Penyataan Tanggungjawab
  • Kecelakaan pesawat terbang Lion Air JT610 danEthiopian Airlines ET302 terjadi pada bulan Oktober 2018 dan Maret 2019 secara berturut-turut. Penyebab utama kecelakaan kedua penerbangan yang menggunakan pesawat terbang Boeing 737 MAX 8 ialah kerusakan sistem Maneuvering Characteristics AugmentationSystem(MCAS). MCAS menjadi pembaruan desain pada model pesawat terbang ini dan berfungsi sebagai sistem anti-stall. Boeing 737 MAX 8 diproduksi oleh Boeing Company yang berkedudukan di Amerika Serikat. Penumpang pada kedua kecelakaan tidak dapat meminta ganti rugi pada Boeing Company karena belum adanya hukum yang dapat mewadahi penggantian rugi serta tanggung jawab manufaktur pesawat terbang dalam hukum internasional. Penelitian ini akan menganalisis apakah penumpang dapat memintakan ganti rugi kepada Amerika Serikat sebagai negara dan apakah putusan pengadilan nasional dapat mengisi kekosongan hukum internasional terkait manufaktur pesawat terbang.Penelitian dilakukan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penulisan deskriptif analitis. Tahap penulisan dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode studi kepustakaan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian ini menemukan bahwa hukum internasional yang ada saat ini pun belum dapat mewadahi kepentingan penumpang sebagai penggugat untuk dapat meminta pertanggungjawaban kepada Amerika Serikatatas kesalahan manufaktur pesawat terbang. Selain itu, munculnya prinsip forum non convenienspada level nasional mempersulit penggugat untuk mendapatkan ganti rugipada pengadilan nasional. Hukum nasional yang diterapkan pada tiap kasus pun berbeda sehingga muncul kesenjangan hukum mengenai ganti rugi yang diperoleh penggugat atas kerugian yang diderita. Melihat situasi ini, peneliti berkesimpulan perlunya pembentukanpengaturan dalam lingkup hukum internasional mengenai tanggung jawab manufaktur pesawat terbang.
  • No other version available

  • Please login to see or give your own comment