Detail Cantuman

Image of Perempuan Hindu Bali sebagai Komunikator Politik : Studi Fenomenologi pada Perempuan Hindu Bali Sebagai Politisi, Aktivis dan Profesional di Provinsi Bali

Disertasi/Tesis/Skripsi  

Perempuan Hindu Bali sebagai Komunikator Politik : Studi Fenomenologi pada Perempuan Hindu Bali Sebagai Politisi, Aktivis dan Profesional di Provinsi Bali


ABSTRAK Budaya patrilineal yang ada di Bali serta kuatnya pemahaman masyarakat Bali terhadap ajaran-ajaran Hindu menjadi dasar dalam ...

  • CodeCallNoLokasiKetersediaan
    K3K0191306.407 992 238 NIG pPerpustakaan FIKOM UNPAD (Rak Layanan Karya Ilmiah)Tersedia
  • Perpustakaan
    Fakultas Ilmu Komunikasi
    Judul Seri
    -
    No. Panggil
    306.407 992 238 NIG p
    Penerbit Fikom Unpad : Bandung.,
    Deskripsi Fisik
    xv, 517 hlm. : Ilus. ; 21 cm.
    Bahasa
    Indonesia
    ISBN/ISSN
    -
    Klasifikasi
    306.407 992 238 NIG p
    Tipe Isi
    text
    Tipe Media
    -
    Tipe Pembawa
    -
    Edisi
    -
    Subyek
    Info Detil Spesifik
    -
    Pernyataan Tanggungjawab
  • ABSTRAK Budaya patrilineal yang ada di Bali serta kuatnya pemahaman masyarakat Bali terhadap ajaran-ajaran Hindu menjadi dasar dalam perilaku politik yang dilakukan secara sadar oleh para perempuan Hindu Bali sebagai komunikator politik. Dimana budaya dan agama tidak bisa dilepaskan dari kegiatan-kegiatan politik yang telah dilakukan. Walau dalam perkembangannya, kini budaya Bali sudah mulai terbuka dengan kepemimpinan perempuan, namun perempuan Hindu Bali masih harus berjuang keras untuk membangun kualitas dirinya agar mampu diperhidungkan dalam ranah politik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, paradigma konstruktivis, serta metode fenomenologi. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori identitas diri yang dikemukakan oleh Michael Hecht, teori fenomenologi Alfred Schutz, serta pemikiran Herbert Blumer terkait interaksi simbolik.Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara yang mendalam, observasi partisipan, dokumentasi serta tinjauan pustaka. Sebagai hasil dalam penelitian ini adalah pemaknaan identitas diri sebagai perempuan Hindu Bali, menempatkan perempuan Bali sebagai bagian dari budaya yang selalu mengimplementasikan ajaran-ajaran Hindu dalam budaya Bali. Sehingga identitas diri perempuan Hindu Bali adalah sebagai pelestari budaya, sebagai penuntas karma, perempuan Hindu Bali juga sebagai titisan Dewa Dewi serta sebagai Srikandi Politik. Lalu terkait motif perempuan Hindu Bali sebagai komunikator politik tetap berkaitan erat dengan filosofis ajaran-ajaran Hindu serta budaya Bali. Sehingga motif perempuan Hindu Bali sebagai komunikator politik adalah untuk mengembangkan potensi diri, melanjutkan dinasti keluarga, serta motif perempuan sebagai harmonisasi keluarga.Terkait dengan pengalaman yang dimiliki oleh para perempuan Hindu Bali sebagai komunikator politik yang tidak bisa dilepaskan dari pengalaman pola didik keluarga yang bersifat terbuka dan demokratis serta keterkaitan perempuan dalam budaya dan ajaran-ajaran Hindu yang diimplementasikan menjadi perilaku sadar oleh para perempuan Hindu Bali. Sehingga pengalaman yang dimiliki oleh para perempuan Hindu Bali sebagai komunikator politik adalahinternalisasipolitik yang ada dalam keluarga, kemampuan membangun relasi sosialyang diadopsi dari kearifan budaya lokal Bali yaitumeyame brayedan simakrama, serta kemampuan membangun legitimasi politik perempuan Hindu Bali, dan mampu membangun relasi yang baik dengan media dalam realitas politik perempuan Hindu Bali.Sehingga pemaknaan perempuan Hindu Bali terhadap aktivitas politik perempuan Bali yaitu peningkatan kualitas diri yang bertujuan untuk membangun eksistensi diri perempuan Hindu Bali, serta sebagai simbol kesuksesan perempuan Hindu Bali, dan melihat komunikator politik sebagai suatu tanggung jawab atau swadharma. Kata Kunci: Perempuan Hindu Bali, Budaya Bali, Agama Hindu, Makna Komunikator Politik.
    ABSTRACTThe patrilineal culture in Bali and the strongly-rooted belief of the Balinese people in Hinduism are the basis that on which Hindu-Balinese women political communicators consciously ground their political behavior. Culture and religion are two inevitable factors that continue to shape the political activities in Bali. Although women have begun to gain access to politics, Hindu-Balinese women are still struggling to develop their potentials in order to gain the recognition and consideration that they deserve in the political constellation in Bali.Combining a qualitative approach, a constructivist paradigm, and phenomenological method, the research was informed by Michael Hecht’s theory of self-identity, Alfred Schutz’s theory of phenomenology, and Herbert Blumer’s theory of symbolic interaction. The data were gathered by means of in-depth interviews, observing the participants, documentation, and literary review. Culturally, as the results indicate, Balinese women’s self-identity is placed in a situation where Hindu teachings are adopted in daily practices. In terms of identity, Hindu-Balinese women are constructed as preservers of culture, fulfillers of karma, incarnations of Hindu deities, and political heroines. The existence of Hindu-Balinese women as political communicators is strongly related with the philosophy of Hindu teachings and Balinese culture. Their motive cannot be separated from the open and democratic ways in which they were raised in their family and their behavior of consciously manifesting Hindu teachings in all aspects of life. Their experience as political communicators reflect some kind of political internalization in their family, their ability to build social relations based on the meyame braye and simakrama principles that are adopted from Balinese local wisdom, their ability to establish political legitimacy, and their ability to build good relations with the media within the context of their political reality. Thus, the entry of Hindu-Balinese women into politics in Bali signifies improvement of their self-quality, which they explore to strengthen their existence, symbolizes the success of Hindu-Balinese women in the realm of politics, and is a manifestation of their swadharma or responsibility as political communicators.Keywords: Hindu-Balinese womens, Balinese Cultural Values, Hindu Values, Signification of Political Communicator
  • Tidak tersedia versi lain

  • Silakan login dahulu untuk melihat atau memberi komentar.


Informasi