Detail Cantuman

Image of Implikasi yurisdiksi terhadap tindak pidana siber berdasarkan peraturan perundang-undangan indonesia dihubungkan dengan konvensi dewan eropa 2001

 

Implikasi yurisdiksi terhadap tindak pidana siber berdasarkan peraturan perundang-undangan indonesia dihubungkan dengan konvensi dewan eropa 2001


ABSTRAK
Tindak pidana siber merupakan fenomena perkembangan kejahatan dalam era teknologi informasi dan komunikasi yang menjadi ancaman dan ...

  • CodeCallNoLokasiKetersediaan
    01001110100062346.048 Sus i R.11.134Perpustakaan Pusat (Ref.11.134)Tersedia
  • Perpustakaan
    Perpustakaan Pusat
    Judul Seri
    -
    No. Panggil
    346.048 Sur P R.11.134
    Penerbit Program Pasca Sarjana : Bandung.,
    Deskripsi Fisik
    xviii,;478 hlm,;29 cm
    Bahasa
    Indonesia
    ISBN/ISSN
    -
    Klasifikasi
    346.048
    Tipe Isi
    -
    Tipe Media
    -
    Tipe Pembawa
    -
    Edisi
    -
    Subyek
    Info Detil Spesifik
    -
    Pernyataan Tanggungjawab
  • ABSTRAK
    Tindak pidana siber merupakan fenomena perkembangan kejahatan dalam era teknologi informasi dan komunikasi yang menjadi ancaman dan bahaya bagi masyarakat. Negara sebagai pemilik kekuasaan tertinggi (summa potestas) mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap orang, benda, dan kepentingan-kepentingan hukum lainnya dari ancaman dan bahaya tersebut. Upaya pemberantasan tindak pidana giber baik nasional maupun internasional seringkali rnenghadapi kesulitan karena karakteristik transnasional dan interkoneksi secara global dari tindak pidana siber tnenimbulkan terjadinya multiple jurisdiction atau jurisdiction conflict baik positif maupun negatif. Oleh karena itu negara-negara di dunia berupaya untuk mengatur tindak pidana siber baik dalam hukum nasional masing-masing maupun hukum intemasional. Dalam hokum pidana Indonesia sendiri pengaturan tindak pidana siber masih memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat menghambat pemberantasan tindak pidana siber, termasuk belum adanya harmonisasi baik internal maupun eksternal, khususnya dengan Konvensi Dewan Eropa 2001. Permasalahan utama dalam disertasi ini adalah implikasi yurisdiksi terhadap tindak pidana siber berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia dan pengaturan yurisdiksi kriminal dalam hukum pidana nasional terhadap tindak pidana siber dihubungkan dengan. Konvensi Dewan Eropa 2001.
    Metode penelitian yang mendasari penulisan disertasi ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis normatif, pendekatan sosiologis-kriminologis, dan teknologi. Bentuk-bentuk penelitian hukum normatif meliputi penelitian inventarisasi hukum positif, asas-asas hukum, menemulca.n hukum in concreto, sistem hukum, dan perbandingan hukum. Metode perbandingan digunakan dalam analisis pengaturan yurisdiksi kriminal dalam hukum internasional dan hukum nasional beberapa negara. Sumber data berupa data sekunder, terdiri dari : bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum terrier, serta data primer yang diperoleh dari responden. Data yang terkumpul dianalisis secara yuridis kualitatif baik deduktif maupun induktif.
    Berdasarkan hasil penelitian, yurisdiksi negara terhadap tindak pidana siber berdasarkan perundang-undangan Indonesia memiliki implikasi baik terhadap hukum pidana materil maupun hukum pidana formil, Implikasi terhadap hukum pidana materil, yaitu adanya perlindungan hukum dan keadilan terhadap masyarakat, namun masih bersifat terbatas dan pengaturan ketentuan-ketentuan mengenai pengertian, asas hukum pidana, dan perbuatan-perbuatan yang termasuk kategori tindak pidana siber dalam UU Khusus tentang tindak pidana siber. Implikasi terhadap hukum pidana formil, yaitu pengaturan ketentuan hukum acara pidana yang diatur dalam UU Khusus tesebut, terutarna mengenai alat bukti; kewenangan penyidik khususnya dalam melakukan penggeledahan, penyadapan, dan penyitaan; ahli; kemampuan aparat penegak hukum; sarana prasarana, yurisdiksi kriminal, dan kerjasama internasional. Pengaturan yurisdiksi kriminal dalam peraturan perundang-undangan Indonesia terhadap tindak pidana siber menggunakan prinsip quasi yurisdiksi, yaitu menggunakan yurisdiksi teritorial, yurisdiksi ekstra-teritorial terhadap tindak pidana yang terjadi di luar wilayah negara tetapi berada dalam yurisdiksi negara lain, dan yurisdiksi ekstra-teritorial terhadap tindak pidana yang terjadi di luar yurisdiksi negara manapun. Yurisdiksi kriminal berlakunya hukum pidana nasional tersebut diatur dalam UU Khusus tentang Tindak Pidana Siber dengan berdasarkan teori pro parte locus delicti, pro parte non locus delicti.
  • Tidak tersedia versi lain

  • Silakan login dahulu untuk melihat atau memberi komentar.


Informasi