Detail Cantuman

No image available for this title

Text  

Implementasi Collaborative Governance Dalam Pengelolaan Perkotaan Berkelanjutan


Disertasi ini merupakan hasil penelitian penulis mengenai “Implementasi Collaborative Governance dalam Pengelolaan Perkotaan Berkelanjutan: Studi ...

  • CodeCallNoLokasiKetersediaan
    D4599D4599Perpustakaan Sekolah PascasarjanaTersedia
  • Perpustakaan
    Sekolah Pascasarjana
    Judul Seri
    -
    No. Panggil
    D4599
    Penerbit : Bandung.,
    Deskripsi Fisik
    -
    Bahasa
    Indonesia
    ISBN/ISSN
    -
    Klasifikasi
    NONE
    Tipe Isi
    -
    Tipe Media
    -
    Tipe Pembawa
    -
    Edisi
    -
    Subyek
    Info Detil Spesifik
    -
    Pernyataan Tanggungjawab
  • Disertasi ini merupakan hasil penelitian penulis mengenai “Implementasi Collaborative Governance dalam Pengelolaan Perkotaan Berkelanjutan: Studi Kasus Perencanaan Kolaboratif Pengelolaan Taman di Kota Bandung). Permasalahan yang dihadapi oleh perkotaan masa kini semakin kompleks, diperlukan tata kelola yang tepat agar keberlanjutan kota dapat tercapai. RTH sebagai salah satu indikator keberlanjutan sebuah kota menjadi penting untuk dikelola lebih baik karena terdapat kecenderungan berkurang kuantitas dan kualitasnya.
    Collaborative governance dianggap strategi tepat untuk menangani masalah yang kompleks. Kota Bandung sejak tahun 2013 telah mencanangkan pendekatan kolaboratif dalam pembangunan kota termasuk pengelolaan taman. Penulis menelaah implementasi collaborative governance dalam pengelolaan taman kota dengan menggunakan enam kriteria.
    Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik penentuan informan melalui purposif. Data yang diperoleh bersumber dari wawancara mendalam, studi kepustakaan dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data menggunakan tiga tahap yaitu kondensasi data, pengajian data dan penarikan kesimpulan.
    Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi collaborative governance dalam pengelolaan taman kota di Bandung masih belum optimal. Berdasarkan teori, kepemimpinan kolaboratif pemerintah adalah titik sentral keberhasilan implementasinya collaborative governance. Dengan peran aktif dari pemerintah sebagai fasilitator, maka keterlibatan pemangku kepentingan secara inklusif akan terwujud. Untuk kasus Kota Bandung, menunjukkan bahwa kepemimpinan kolaboratif pemerintah yang belum optimal masih dapat mendorong keterlibatan stakeholder walau belum inklusif. Konsep collaborative governance yang berasal dari negara-negara Barat belum tentu dapat diterapkan pada semua wilayah. Unsur pertama yang menjadi prasyarat adalah kepemimpinan kolaboratif yang dimiliki oleh pemerintah, dilanjutkan dengan pemetaan kondisi awal desain kelembagaan yang dimiliki, yang akan mempengaruhi kapasitas stakeholder dan kemampuan pemerintah menjadi fasilitator, yang pada akhirnya akan tercipta keterlibatan stakeholder secara inklusif yang merupakan inti dari collaborative governance.
    Faktor pendukung implementasi collaborative governance pengelolaan taman di Kota Bandung adalah (1) Keberadaan forum yang menjembatani para pemangku kepentingan (2) Implementasi open government (3) Potensi keterlibatan swasta (4) Peningkatan kapasitas kelembagaan secara mandiri oleh komunitas (5) Potensi kepemimpinan kolaboratif dari pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan taman kota (6) Inisiasi kerjasama pengelolaan taman kota oleh pemerintah (7) Keberadaan organisasi sukarela dan lembaga kemasyarakatan yang berbasis kewilayah yang berfungsi sebagai motor penggerak (8) Regulasi yang mendorong keterlibatan para pemangku kepentingan secara optimal.
    Faktor penghambat implementasi collaborative governance dalam pengelolaan taman di Kota Bandung adalah (1) Ketiadaan akses bagi masyarakat umum untuk terlibat dalam proses perencanaan pembangunan taman kota (2) Kapasitas kelembagaan pemerintah dalam penganggaran pengelolaan RTH (3) Rendahnya pemahaman sebagian stakeholder tentang prinsip prinsip kepemimpinan kolaboratif (4) Keterbatasan peran pemerintah kota sebagai fasilitator dalam proses kolaboratif (5) Ketiadaan lembaga dan program yang memadai untuk menunjang pendidikan dan pelatihan (6) Ketiadaan regulasi kerjasama dengan swasta untuk pengelolaan taman non profit dalam jangka panjang.
    Saran yang diberikan untuk Pemerintah Kota yaitu (1) Inisiasi proses kolaboratif pengelolaan taman perlu lebih didorong untuk dilakukan oleh pimpinan lembaga teknis (2) melembagakan panduan tata kelola kolaboratif sederhana sehingga, stakeholder dapat memperoleh informasi yang lebih transparan beserta insentif yang dapat diberikan (3) pendidikan dan pelatihan sistematik dan komprehensif bagi stakeholder agar memiliki kompetensi membangun konsensus dan pemahaman tentang lingkungan yang dikelola serta forum regular sebagai wadah bagi pembelajaran sosial (4) menyusun regulasi yang mendorong pihak swasta berkolaborasi mengelola taman dalam jangka panjang dan tidak berbasis komersial serta menerapkan konsep “green budgeting” dengan menggunakan kerangka penganggaran jangka menengah agar terwujud kesinambungan program untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas RTH sesuai regulasi.
    Kata Kunci : Perencanaan, proses kolaborasi, ruang terbuka hijau, taman kota, tata kelola kolaboratif

    ABSTRACT
    This dissertation is the result of the author's research on "Implementation of Collaborative governance in Sustainable Urban Management: Collaborative Case Study of Park Management in Bandung City). The problems faced by today's urban areas are getting more complex, thus the proper governance is needed in order to establish the sustainable cities. Green space is one of the indicators of sustainable and liveable city.
    Collaborative governance is considered as the appropriate strategy to deal with complex issues. The Bandung city since 2013 has launched a collaborative approach in urban development which also covers park management. In this research, the implementation of Collaborative governance in the city park management are examined using six main elements.
    The method used in this research is qualitative method. The key informan are determined by purposive sampling technique. The data obtained through in-depth interviews, literature studies and documentation. Data were analyzed by using three stages consisting of data condensation, data presentation and withdrawal conclusions.
    The results showed that the implementation of Collaborative governance in urban park management in Bandung is still not optimal. Based on theory, the government's collaborative leadership is the central point of successful implementation of collaborative governance. With an active role of government as a facilitator, inclusive stakeholder engagement will come into being. For the case of Bandung City, it shows that the collaborative leadership of the government that has not been optimal still can encourage the involvement of stakeholders although not yet inclusive. The concept of collaborative governance derived from Western countries is not necessarily applicable to all regions. The first pre-requisite element is the government-owned collaborative leadership, followed by mapping the initial conditions of the institutional design owned, which will affect the capacity of stakeholders and the ability of the government to become facilitators, which in turn will create inclusive stakeholder involvement which is the core of collaborative governance
    The supporting factors that contribute to the implementation of Collaborative governance in Park Management are (1) The existence of forums that bridge the stakeholders (2) the implementation of open government (3) Potential of Collaboration with Private (4) Institutional capacity building by the community through independent mechanism(5) (6) Initiation of city park management by the government (7) The existence of voluntary organizations and community-based institutions as a driving force (8) Regulations that encourage the involvement of stakeholders in an optimal manner.
    The inhibiting factors that contribute to the implementation of Collaborative governance in Park Management are (1) Lack of access for the general public to be involved in urban park development planning process (2) Institutional capacity of government in green space management budgeting (3) The principles of collaborative leadership is not fully understood by stakeholders (4) Limitation of government role as facilitator in collaborative process (5) The Absence of adequate institutions and programs to support education and training (6) Lack of regulation of cooperation with private for non profit park management.
    Recommendation given to the Municipal Governments are: (1) Initiation of collaborative park management processes should be further encouraged to be undertaken by the Head of the Technical Service Office dealing with landscapes, the Environment and Community Empowerment (2) instituting simple collaborative governance guidelines on various fields so that each stakeholder will Involved can obtain more transparent information and incentives that can be provided (3) enhancing its role to promote stakeholder capacity by providing systematically and comprehensively education and training for each stakeholder in order to develop the competence of building consensus, understanding of the environmental aspects being managed and a regular forum for social learning.(4) formulating regulations that encourage private parties to collaborate on socially managing the park in the long term with non-commercial compensation and apply the concept of green budgeting by using medium term budgeting framework in order to realize sustainability in programs and activities for Increase the quantity and quality of green open space according to regulation.
    Keywords: Collaborative governance, collaborative process, green space, open space, planning
  • Tidak tersedia versi lain

  • Silakan login dahulu untuk melihat atau memberi komentar.


Informasi