Detail Cantuman

No image available for this title

Text  

Upaya Indonesia Dalam Penyelesaian Isu Internasionalisasi Kasus Papua: Diplomasi Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Terhadap Negara-Negara Melanesian Spearhead Group


Indonesia, yang berhasil mengambil alih Papua dari Belanda pada tahun 1963, telah lama berjuang melawan gerakan separatis di Provinsi tersebut dan ...

  • CodeCallNoLokasiKetersediaan
    D4619D4619Perpustakaan Sekolah PascasarjanaTersedia
  • Perpustakaan
    Sekolah Pascasarjana
    Judul Seri
    -
    No. Panggil
    D4619
    Penerbit : Bandung.,
    Deskripsi Fisik
    -
    Bahasa
    Indonesia
    ISBN/ISSN
    -
    Klasifikasi
    NONE
    Tipe Isi
    -
    Tipe Media
    -
    Tipe Pembawa
    -
    Edisi
    -
    Subyek
    Info Detil Spesifik
    -
    Pernyataan Tanggungjawab
  • Indonesia, yang berhasil mengambil alih Papua dari Belanda pada tahun 1963, telah lama berjuang melawan gerakan separatis di Provinsi tersebut dan menghadapi berbagai tuduhan penyalahgunaan wewenang terhadap orang Papua. Militer Indonesia telah dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia, sementara pihak setempat mengeluh bahwa sebagian besar kekayaan yang dihasilkan di Provinsi kaya sumber daya itu mengalir kembali ke Jakarta sementara orang Papua tetap miskin. Banyak orang Papua menganggap pengambilalihan Indonesia sebagai aneksasi ilegal dan OPM (Gerakan Papua Merdeka) telah memimpin pemberontakan tingkat rendah selama beberapa dekade. Pemberontakan itu telah lama menjadi alasan untuk keterlibatan militer yang signifikan di Papua.
    Penelitian ini membahas ketegangan antara negara-negara Melanesia dan Indonesia mengenai Papua dalam konteks Melanesia Spearhead Group (MSG) pada masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). MSG didirikan pada tahun 1988 sebagai sebuah forum untuk bekerja sama dalam isu-isu yang sangat penting bagi negara dan masyarakat Melanesia.
    Dengan menggunakan metode kualitatif serta pendekatan eksploratif yang mendalam, penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia telah menentang pengakuan beberapa negara MSG terkait Gerakan Papua Merdeka dan Indonesia tidak ingin organisasi MSG ini dijadikan sarana untuk menginternasionaliasi isu Papua. Masalah ini menyebabkan perpecahan di dalam forum, dengan Papua New Guinea (PNG) dan Fiji berpihak pada Indonesia, dan Kepulauan Solomon, Vanuatu, dan FLNKS mendukung tawaran United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
    Kehadiran Indonesia dan ULMWP di dalam MSG, menjadikan MSG bagi ULMWP sebagai satu-satunya forum untuk melakukan dialog secara langsung dengan Indonesia, yang tidak mungkin dilakukan dalam struktur domestik Indonesia. Namun demikian MSG juga perlu membangun kapasitasnya untuk bekerja sama dalam masalah keamanan secara harmonis dan produktif antarnegara anggota dan dapat menjalin kerjasama dalam menjaga stabilitas dan keamanan. Ini berarti bahwa hubungannya dengan negara-negara besar seperti Indonesia harus solid dan kondusif.
    Kata Kunci: Kebijakan Luar Negeri, Separatisme, Diplomasi, Papua, MSG

    ABSTRACT
    Indonesia, which took control of Papua from the Dutch in 1963, has for a long time fought a separatist movement in the province and faced various allegations of systematic abuse of Papuans. The Indonesian military has been accused of numerous human rights abuses, while the local population complains that much of the wealth generated in the resource-rich province flows back to Jakarta while West Papuans remain poor. Many Papuans regard the Indonesian takeover as an illegal annexation and the OPM (Free Papua Movement) has led a low-level insurgency for decades. That insurgency has long been the excuse for significant military involvement in Papua.
    This research discusses the tensions between the Melanesian states and Indonesia over Papua within the context of Melanesian Spearhead Group (MSG) in the period of Susilo Bambang Yudhoyono administration. The MSG was established in 1988 as a forum to cooperate on strategic issues for the Melanesian states and peoples.
    By using qualitative methods as well as deep explorative approach, the research shows that Indonesia is strongly against some MSG member countries’ recognition on the Free Papua Movement and Indonesia opposed to the efforts of making MSG as an avenue to Internationalize Papua case.
    The presence of Indonesia and ULMWP at the MSG makes the MSG for ULMWP as the only forum to conduct a dialog directly with Indonesia, for which it will not be possible, happened within Indonesia’s domestic structures. However, the MSG will also need to build its capacity among the member in the harmonious and productive manner and to be able to closely cooperate in strengthening the regional peace and stability. This means that its relations with big regional countries like Indonesia should be solid and conducive.
    Keywords: Foreign policy, Separatism, Diplomacy, Papua, MSG
  • Tidak tersedia versi lain

  • Silakan login dahulu untuk melihat atau memberi komentar.


Informasi