Detail Cantuman

No image available for this title

Text  

Kewajiban Erga Omnes Untuk Menghapusan Implunitas Bagi Pelaku Kejahatan Internasional Dan Implikasinya Bagi Indonesia


Meskipun tidak ada definisi yang diterima secara universal, kejahatan
internasional identik dengan korban sipil dan kehancuran yang meluas, ...

  • CodeCallNoLokasiKetersediaan
    D4656D4656Perpustakaan Sekolah PascasarjanaTersedia
  • Perpustakaan
    Sekolah Pascasarjana
    Judul Seri
    -
    No. Panggil
    D4656
    Penerbit : Bandung.,
    Deskripsi Fisik
    -
    Bahasa
    Indonesia
    ISBN/ISSN
    -
    Klasifikasi
    NONE
    Tipe Isi
    -
    Tipe Media
    -
    Tipe Pembawa
    -
    Edisi
    -
    Subyek
    -
    Info Detil Spesifik
    -
    Pernyataan Tanggungjawab
  • Meskipun tidak ada definisi yang diterima secara universal, kejahatan
    internasional identik dengan korban sipil dan kehancuran yang meluas, konflik
    bersenjata dan sikap patriotism, serta keterlibatan negara. Akibatnya, penegakan
    hukum nasional bagi kejahatan ini seringkali gagal sehingga menjadi urusan hukum
    internasional. Sayangnya, hukum internasional masih terpenjara pada sistem ‘state
    centric’ dan, tanpa adanya kesepakatan, negara merasa tidak terikat pada kewajiban
    untuk menuntut. Akibatnya lahirlah iklim impunitas. Padahal, hukum internasional
    sejak lama telah mengakui keberadaan norma yang universal dan superior yakni
    jus cogens dan konsep obligatio erga omnes yang lahir akibat terlanggarnya hakhak
    yang penting. Kedua konsep tersebut berlandaskan pada ‘kepentingan
    masyarakat internasional secara keseluruhan’ sehingga harus dipatuhi dalam
    keadaan apapun terlepas dari keinginan negara untuk terikat. Penelitian ini
    mengkaji kedudukan obligatio erga omnes dalam hierarki sistem hukum
    internasional dan menganalisa apakah penuntutan pelaku kejahatan internasional
    dapat dikategorikan sebagai kewajiban tersebut yang otomatis lahir dari larangan
    kejahatan internasional. Penelitian ini juga akan menganalisa peran status erga
    omnes dalam pelaksanaan kewajiban untuk menuntut dan implikasinya bagi
    Indonesia.
    Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan mengkaji gambaran berupa
    data awal tentang konsep erga omnes dalam hukum interanasional. Pendekatan
    yang digunakan adalah yurisdis normatif, pendekatan historis, pendekatan kasus
    serta pendekatan konseptual. Analisa dalam menjawab identifikasi masalah adalah
    kualitatif artinya rumusan pembenaran didasarkan pada kualitas dari pendapat para
    ahli hukum, doktrin serta teori maupun norma hukum itu sendiri. Data empiris
    berupa praktek-praktek negara juga digunakan walaupun tidak diklasifikasikan
    dalam bentuk jumlah dan metode statistik.
    Hasil penelitian memperlihatkan bahwa obligatio erga omnes memiliki
    kedudukan superior sebagai akibat pelanggaran ‘jus cogens substantif’ yang
    bersifat universal dan absolut. Otorisasi kedudukan superior dari konsep ini hanya
    dapat dijelaskan berdasarkan teori hukum alam. Penuntutan pelaku kejahatan
    internasional merupakan kewajiban erga omnes yang non-derogable sebagai
    bentuk perlindungan terhadap norma ‘jus cogens substantif’ sehingga mengikat
    semua negara. Pemberlakuan amnesti dan imunitas absolut pejabat negara adalah
    bentuk pelanggaran atas kewajiban untuk menuntut yang melahirkan
    pertanggungjawaban negara. Penelitian ini menawarkan pemahaman erga omnes
    ‘baru’ yang merubah paradigma ‘from state sovereignty to humanity based
    approach’ sebagai landasan teoritis berlakunya primacy jurisdiction bagi ICC.
    Sebagai pengadilan pidana yang paling ideal bagi kejahatan internasional,
    pemahaman baru ini dapat memberi solusi kelemahan ICC selama ini dalam
    menghapuskan impunitas. Aturan yang jelas tentang status domestik konvensi
    dalam sistem hukum Indonesia, pengesahan RKUHP dan larangan praktek amnesti
    bagi pelaku kejahatan internasional adalah langkah hukum konkrit yang harus
    dilakukan Indonesia sebagai implikasi dari status tersebut.


    ABSTRACT

    Although with no universally accepted definition, international crimes are
    intimately related to civilian casualties and mass destruction, armed conflict and
    patriotism, as well as states involvement. Consequently, ordinary criminal law
    enforcement often cannot tackle such cases, leaving international law enforcement
    as the only option for accountability. However, international law remains
    incarcerated within state-centric image and, in the absence of their consent, states
    do not perceive that there is such a duty to prosecute international crimes. This has
    created the climate of impunity. On the other hand, there is a long-standing
    recognition of jus cogens as universal and superior norms and the concept of
    obligatio erga omnes as consequence of a breach of important rights. Both legal
    concepts are based on the interest of ‘international community as a whole’ and thus
    require all states to comply irrespective of their willingness to be bound by those
    concepts. This research examines the status of obligatio erga omnes in the
    international legal hierarchy and analyses whether or not prosecuting
    international crimes can be categorised as obligatio erga omnes as an implication
    of the commission of international crimes. The study also seeks the role of obligatio
    erga omnes in the implementation of the duty to prosecute and its implications for
    Indonesia.
    This research applies an analytical descriptive design that examines the
    preliminary data of the erga omnes concept in international law using juridical
    normative, historical, case law, and conceptual approaches. It is a qualitative
    study that relies on the analysis of controlled observations by the researcher based
    on the quality of the opinion of legal scholars, doctrines, theories and legal norms
    themselves. It also relies on empirical data such as state practices without
    qualifying and analysing them statistically.
    The result of this research establishes that obligatio erga omnes is
    hierarchically superior to other obligations under international law as a result of
    a breach of ‘ jus cogens substantive’ which has universal and absolute character.
    The authority of the superior status of this concept can only be adequately explained
    by natural law. Prosecution of international crimes is a non-derogable obligatio
    erga omnes since this is the only way to protect ‘jus cogens substantive’ norms
    otherwise they would not constitute as peremptory norms. Consequently, applying
    amnesty and absolute immunity for international crimes perpetrator are violations
    of the obligation erga omnes to prosecute that entail state responsibility. This
    research puts forward a ‘new’ erga omnes concept as paradigm shift ‘from state
    sovereignty to humanity based approach’ that can be used as theoretical foundation
    for the applicability of ICC’s primacy jurisdiction. As an ideal form of law
    enforcement mechanisms for international crimes, this jurisdiction is important to
    overcome ICC’s weaknesses to combat impunity, As the implications for Indonesia,
    it is necessary to provide well-defined rule regarding position of treaty law in
    Indonesia’s legal system, to adopt new Draft of Criminal Law and to prohibit
    amnesty law for international crimes perpetrator.
  • Tidak tersedia versi lain

  • Silakan login dahulu untuk melihat atau memberi komentar.


Informasi