SEKSUALITAS DAN KEKUASAAN PEMERINTAH (Analisis Implementasi Kebijakan Penanganan Pelacuran di Kota Bandung)
Gagasan tentang seksualitas sebagai sebuah realitas yang dirasakan tabu
kini telah mendapatkan tempatnya untuk diperbincangkan. Seksualitas ...
-
Code CallNo Lokasi Ketersediaan 010030007605 320 Tez s/R.17.76 Perpustakaan Pusat Tersedia -
Perpustakaan Judul Seri -No. Panggil 320 Tez s/R.17.76Penerbit Magister Ilmu Sosial Dan Politik : Bandung., 2016 Deskripsi Fisik xvi,; 208 hlm,;29 cmBahasa IndonesiaISBN/ISSN -Klasifikasi 320 Tez sTipe Isi -Tipe Media -Tipe Pembawa -Edisi 2016Subyek Info Detil Spesifik TesisPernyataan Tanggungjawab Teza Yudha -
Gagasan tentang seksualitas sebagai sebuah realitas yang dirasakan tabu
kini telah mendapatkan tempatnya untuk diperbincangkan. Seksualitas dijadikan
ajang rekreasi serta suatu keniscayaan biologis sebagai pelampiasan hasrat dan
nafsu birahi yang hakiki, namun di sisi lain seksualitas juga direpresi. Sampai
kemudian Foucault memperlihatkan bahwa seksualitas bukanlah semata dorongan
yang bersifat biologis, tetapi merupakan bentuk prilaku dan pikiran yang
ditundukan atau ditempa oleh relasi-relasi kekuasaan yang dijalankan untuk tujuan
tujuan yang lain di luar kepentingan seksualitas itu sendiri. Kekuasaan inilah yang
digunakan sebagai "kontrol sosial", keputusan hukum, bingga pengaturan
pemerintah terhadap kebebasan seksualitas melalui tindakan represif.
t Pengaturan seksualitas masyarakat yang dipaksakan secara sah oleh
pemerintah terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia. Pemerintahan di daerah
meratifikasinya dengan membuat berbagai kebijakan yang dituangkan melalui
peraturan daerah. Dengan muatan politis dan alasan menganggu ketertiban, segala
tindak tanduk pemenuhan hasrat di luar dari yang sudah termaktub dalam aturan
aturan yang disahkan oleh pemerintah langsung dihabisi. Padahal secara
fenomenologis yang seringkali terjadi justru sebaliknya, semakin seksualitas
dilarang bebas justru dengan sendirinya seksualitas akan mencari jalan-jalan
kebebasan. Maka seks bebas melebur diri menjadi pelacuran atau prostitusi, yang
tumbuh dan berkembang bersama globalisasi yang tidak dapat ditolak.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengkaji dan menganalisa
fenomena'seksualitas dan keterkaitannya dengan kekuasaan pemerintah berikut
aspek-aspek yang melingkupinya. Kota Bandung merupakan kota besar dan salah
satu kota tujuan pariwisata di Indonesia dengan jumlah wanita pekerja seks yang
cukup banyak. Salah satu lokasi pelacuran yang cukup terkenal di Kota Bandung
yaitu Saritem, meski pada Tahun 2007 silam telah resmi disegel dan ditutup.
Namun, pembubaran lokasi tersebut tidak serta merta menyelesaikan dan
menghabisi fenomena pelacuran di Kota Bandung.
Hasil penelitian dapat digambarkan bahwa sampai saat ini meskipun Kota
Bandung telah menutup lokasi pelacuran terbesarnya, serta sudah selama satu
dasawarsa lebih melakukan penanganan pelacuran melalui Perda Nomor 3 dan
Nomor 11 Tahun 2005 tentang K3 namun semua upaya itu dianggap tidak berhasil.
Tindakan penertiban Saritem, pengganyangan serta penangkapan para wanita
pelacur, lalu peran dan eksistensi mereka dirudapaksa, semuanya tidak serta merta
mampu memecahkan persoalan ini. Karena Pelacur hanyalah korban kemiskinan
dan ketidakberdayaan yang dilahirkan dari rahim induk semang, yang dibuahi oleh
sperma para germo. Maka sesungguhnya pelacuran adalah anak kandung
ketidakadilan hasil hubungan gelap dari perselingkuhan mucikari dengan
kekuasaan pemerintah. -
Tidak tersedia versi lain
-
Silakan login dahulu untuk melihat atau memberi komentar.