Detail Cantuman

Image of TATA KELOLA PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI BANTEN (Studi Tentang Perilaku Aktor-aktor Kepemerintahan Daerah Tahun 2005-2013) THE GOVERNANCE OF BANTEN PROVINCE (Study on Behavior of Local Governances Ac

Text  

TATA KELOLA PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI BANTEN (Studi Tentang Perilaku Aktor-aktor Kepemerintahan Daerah Tahun 2005-2013) THE GOVERNANCE OF BANTEN PROVINCE (Study on Behavior of Local Governances Ac


Implementasi otonomi daerah di Indonesia masih menyisakan banyak
permasalahan. Paradigma governance yang diadopsi sebagai nilai baru dalam ...

  • CodeCallNoLokasiKetersediaan
    010040007529320.859 823 Ism tPerpustakaan Pusat (Reference Kls. 300)Tersedia
  • Perpustakaan
    Perpustakaan Pusat
    Judul Seri
    -
    No. Panggil
    320.859 823 Ism t/R.17.200.1
    Penerbit Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Unpad : Bandung.,
    Deskripsi Fisik
    xix, 307 hlm. ; il. ; 29 cm
    Bahasa
    Indonesia
    ISBN/ISSN
    -
    Klasifikasi
    320.859 823
    Tipe Isi
    -
    Tipe Media
    -
    Tipe Pembawa
    -
    Edisi
    -
    Subyek
    Info Detil Spesifik
    Reference
    Pernyataan Tanggungjawab
  • Implementasi otonomi daerah di Indonesia masih menyisakan banyak
    permasalahan. Paradigma governance yang diadopsi sebagai nilai baru dalam
    penyelenggaraan pemerintahan daerah pada praktiknya masih berjarak dari
    idealitanya, tak terkecuali di Provinsi Banten. Sejumlah gejala patologis yang
    mewarnai perjalanan Banten sebagai daerah otonom baru pascaterbentuk pada
    tahun 2000, merepresentasi bukan hanya rendahnya efektivitas penyelenggaraan
    pemerintahan namunjuga buruknya wajah tata kelola pemerintahan daerah.

    Berdasarkan latar belakang inilah penelitian yang bertujuan mengeksplorasi
    secara kualitatif tentang kondisi tat a kelola pemerintahan daerah ini dilakukan
    dalam kerangka kerja governance evaluation (Bovaird dan Loffler, 2002).
    Pendekatan perilaku digunakan guna mendeskripsikan ragam perilaku dan faktor­
    faktor yang mendorong munculnya perilaku aktor-aktor kepemerintahan daerah
    sebagaimana dimaksud Rondinelli (2006), yaitu: pemerintahan daerah, sektor
    privat, dan masyarakat sipil. Sedangkan eksistensi aktor-aktor tersebut dianalisis
    perannya sebagai konstituen, dimana interaksi yang terj adi antaraktor tersebut
    dipaharni sebagai lingkungan yang menentukan karakteristik dan kualitas tata
    kelola pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud teori multipel konstituensi
    (Connolly, Conlon, dan Deutsch, 1980).

    Penelitian ini secara eksploratif berhasil mengungkap kondisi tata kelola
    pemerintahan daerah yang belum berorientasi pada isu-isu utama tata kelola
    pemerintahan daerah, sebagaimana tampak dari kondisi transparansi, akuntabilitas,
    partisipasi, kepercayaan publik, dan penghormatan pada proses-proses demokratis
    yang masih memprihatinkan. Kondisi ini secara nyata ditentukan oleh ragam
    perilaku aktor-aktor kepemerintahan daerah yang kurang mendukung terwujudnya
    tat a kelola pemerintahan daerah yang baik sebagaimana dicirikan oleh perilaku elit
    pemerintahan daerah yang otoritanianistik, kooptatif, interventif, mempolitisasi
    birokrasi dan sumber daya negara, serta perilaku berburu rente. Demikian pula
    dengan perilaku sektor privat yang kolusif, nepotis, dan perilaku berburu rente yang
    menyebabkan terabaikannya hak-hak publik atas pembangunan daerah yang
    berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Di samping itu, pragmatisme di
    kalangan elemen masyarakat sipil ditunjukkan oleh perilaku memanfaatkan
    kelembagaan organisasi untuk memperoleh keuntungan pribadi maupun kolektif;
    serta perilaku memanfaatkan kesempatan dalam rangka mobilitas vertikal, baik
    secara ekonorni maupun politik.

    Terdapat rag am faktor berbeda yang teridentifikasi menentukan perilaku
    masing-masing aktor tata kelola pemerintahan daerah. Perilaku elit pemerintahan
    daerah misalnya, lebih banyak ditentukan oleh faktor personal, faktor yuridis, faktor
    budaya, dan faktor ekonomi. Sementara perilaku elit birokrasi lebih banyak
    ditentukan oleh faktor politik, dan faktor ekonomi. Kondisi penegakan hukum serta
    pengawasan dan pengendalian pembangunan yang lemah, teridentifikasi sebagai
    lahan bagi tumbuh suburnya perilaku kolusif dan nepotis di kalangan sektor privat.

  • Tidak tersedia versi lain

  • Silakan login dahulu untuk melihat atau memberi komentar.


Informasi